Saya bertemu keluarga itu tak sengaja. Biasa.. Namanya marketing kredit, kerjaannya mata jelalatan mencari pengusaha pengusaha yang butuh bank untuk bermitra.
Kali ini saya berbagi cerita keluarga Darsono, orang Tegal di area Pulaugadung yang bisnisnya sampai saat ini masih bertahan. Punya warung sembako, dan perdagangan minuman ringan, air mineral dan minuman kemasan lainnya.
Melihat tempat usahanya, warung, kecil, ukuran 100m2an. Bangunannya standar seadanya. Saya ngobrol dengan ibunya waktu itu. Di warung kelontongnya.
Dari Tegal...? Wah, dengan senang hati saya unjuk gigi, kalau saya juga jagoan ngomong bahasa sana. Barang yang saya beli adalah susu beruang. Hehe… Biar enak ngobrolnya. Lalu beralih ke cemilan.
Ngobrol sana sini, sembari melayani pembeli, herannya tak berhenti pembeli datang dan pergi. Dengan bahasa Tegal tentunya. Karena bahasa indonesia si ibu juga campur sari.
Waktu ditanya saya bekerja dimana, dijawab saya di bank ***, si ibu ketawa aja. Sudah paham para pengusaha kalau ada orang bank mendekati. Resistensi pengusaha yang justru usahanya bagus sering ada. Bisa dimaklumi.
Kalaupun mereka tak mau bermitra, akan menjadi hikmah buat saya, belajar dari pengalaman bisnis mereka.
Usaha keluarga ini, kalau dilihat sekilas, tidaklah se wow seperti yang terlihat. Tapi satu jam saja, berada di dekat mereka. Buseet.. Nggak berhenti. Sebentar sebentar ada aja pembeli. Tak tanggung tanggung, karena pelanggan warung kelontong mereka adalah para pengecer, warung-warung di area Pulogadung jumlah transaksi bikin saya gigit jari.
Usaha kecil…jangan membayangkan toko, dengan bangunan kokoh, warung ini sangat seadanya. stok penuh sesak iya, tapi di lantai 2, penuh barang dagangan. Saya tanya. “Bapak dimana” “Ada pung, di rumah, sana kerumah aja” ini cuma versi singkatnya ya? Untuk dekat dengan keluarga ini, butuh dua minggu, berkali-kali mampir sampai mereka tak merasa terganggu dengan kedatangan kami.
Bla bla bla. Seperti biasa, percakapan mengalir, asli, tanpa pura-pura.
Akhirnya dekatlah dengan keluarga itu. Butuh belasan tahun untuk menjadi seperti mereka saat ini. Dengan omset Rp. 40 juta, per hari, toko kelontong ibu Darsono mampu membiayai ketiga anak mereka kuliah. Lalu omset sekitar 20 sd 30 juta per hari dari bisnis perdagangan minuman ringan, air mineral dan air kemasan lain bapak Darsono dapat dijalani dari rumah tinggalnya yang menyatu dengan kontrakan miliknya.
Rumah tinggalnya kokoh, cukup mencolok dibandingkan lingkungan sekitarnya,nah kata bapak Darsono, enaknya jualan minuman kemasan, rumahnya tetap bersih. Walau margin keuntungan tiap penjualan tipis. Tapi volume yang banyak, itu lebih menguntungkan, kata beliau, itu tak bisa dipungkiri. Biarlah margin tak perlu serakah. Sedikit saja, nggak ada ruginya. Semula bapak ini mengawali usaha kecil-kecilan. Tapi dengan keuletan, bisnisnya bisa bertahan mengatasi persaingan.
Beliau kurang lancar membaca. Katanya SD aja nggak lulus. Sampai kelas 4 kalau saya tak salah mengingat. Malu hati, tapi lumayan, menambah semangatt. Bapak ini saja bisa, kenapa kita tidak. Menurut beliau, dagang itu, bukan karena bakat. Segala sesuatu yang sulit, kalau dijalani dengan sabar, akan ketemu jalan mengatasi kendala. Jadi, tak perlu patah semangaat. Barang dagangan diambil trantib, tak jadi sebab mundur kalah perang mengadu nasib. Tapi jangan lupa. Belasan tahun yang keluarga ini lewati untuk bertahan, kemudian berkembang, membuktikan teoti keuletan bukan hal yang bisa diremehkan.
Keterbatasan pengetahuan, ditutup dengan kebersahajaan dalam berhubungan dagang dengan para langganan. Tak mengerti lah si bapak dengan teori para pakar marketing itu. Intinya, mempertahankan langganan dengan memberi kenyamanan dalam berhubungan. Pelanggan nyaman, bisnis aman. Simple, tapi sulit diantara persaingan yang makin sengit. Kedekatan emosi dengan pelanggan ternyata bisa membuat nilai tersendiri di bisnis rumahan.
Mengobrol sebentar, karena kalau saya perhatikan, bapak ini pendiam. Tapi senang berkelakar. karena order dilakukan lewat telepon, barang diantar sampai ke rumah, bapak ini hafal dengan maunya si penelpon.
Satu lagi pelajaran, know your customer, bisa didapat dengan banyak jalan. Dengan perlakuan yang tak perlu berlebihan. Kalau diperhatikan, malah lebih banyak bermodal ketulusan. Tak lancar membaca, ternyata juga tak perlu membuat harapan untuk berusaha sirna. Pak Darsono bisa, seharusnya setiap orang pun bisa. Tapi butuh keuletan dan keberanian berusaha
Monday, July 11, 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment