Hiruk pikuk pasar Musi terasa seperti biasa. Aktivitas saya setiap sabtu pagi adalah belanja mingguan. Maklum, pengais rezeki di Jakarta seperti saya harus berangkat pagi dan kemudian kembali pulang pada malam hari. Jadi untuk memastikan stok makanan, lauk dan sayuran terjamin dengan tidak membebankan tugas rutin ini ke Mba asisten rumah tangga adalah dengan menjadi stokis sayuran, mengungkep ayam, membumbui ikan dan lauk lainnya pada hari sabtu atau minggu. Mana sempat masak dulu yaa untuk anak anak dan suami. Hehehe soalnya kalau kita terlambat bahkan 5 menit saja dari yang seharusnya dampaknya adalah ketinggaan kereta. Oh iya saya lupa, tidak semua orang ya merasakan aduhainya menggunakan jasa kereta commuter andalan para pengais rezeki baik dari Depok, Bekasi, maupun Tangerang. Bukan ketinggalan kereta dalam arti sesungguhnya, dampak yang normal terjadi adalah, satu kereta datang tapi semua gerbong (bahkan ketika terbuka) penumpang di dalamnya sudah berteriak.. "penuh mbaa.. sudah ngga bisa lagi" satu kereta berikutnya datang.. tidak bisa juga dimasuki. yap itu keseharian yang saya alami. Sama juga dengan pengguna kendaraan pribadi.. Jalanan tak seramah di daerah. Perlu berangkat gelap dan kembali gelap.. dan sampai di rumah tinggal terlelap.
Pasar Musi ini bukan pasar besar. Saat ini sedang dibangun bangunan baru yang nantinya semua pedagang akan dirapihkan direlokasi dalam satu gedung. Wah padahal saya sudah akrab dengan para pedagang langganan saya. Hehehe judulnya cuma karena malas untuk muterin pasar.. saya lebih suka datang rutin ke satu tempat membeli semua keperluan disitu sampai si eMangnya hafal.. atau dengan ibu penjual ayam tepat di sebelahnya (karena menu paling mudah dan anak anak suka adalah ayam) dan tukang ikan di sebelahnya ibu penjual ayam lalu tepat lagi di sebelah mang ikan adalah pedagang cabai.. dan bumbu bumbu dapur lainnya (satupun saya nggak tau nama mereka.. setiap ketemu saya cuma dipanggil teteh dan saya panggil mereka A).. Seperti one stop shopping yaa.. dan enaknya karena sudah langganan, saya tinggal bilang "A... biasa yaaa" hihihi praktis kan...Bahkan saking seringnya beli di situ pernah uang belanja di dompet ternyata kurang.. kok ya mereka tenang tenang aja tetap keukeuh kasih sayuran dan belanjaan seperti biasa.. "Ah teteeh.. santai ajaa.. kaya besok-besok nggak kesini aja" padahal asli lho mereka tidak tau bahkan nama saya.. apalagi rumah saya.
Tak seperti biasanya.. karena ada keperluan lain..sore tadi kelilinglah kami ke bagian belakang pasar dimana los los pedagang berderet dengan aneka dagangannya. Layaknya pasar lainnya, ada los pedagang beras, baju, sembako dan pedagang makanan. Bertemu dan mengobrolah saya dengan salah satu pedagang di sana. Alkisah saya menunggu ketemu dengan orang tapi yang ditunggu tak kunjung datang.. Jadi saya dan suami duduklah di depan salah satu kios sembako di situ. Sebutlah namanya Bapak Zainal pedagang los beras dan sembako. Sepi daerah tersebut, jadi berkesempatan mengobrol panjang sambil kebetulan beras mingguan stoknya sedang habis jadi kenapa tidak.. belanjalah di kios itu.. Bapak pedagangnya laki laki paruh baya..memberi informasi kalau orang yang kami tunggu sedang membetulkan got di pojok belakang los jadi ditunggu saja disini.. begitu kata si Bapak. Berceritalah kalau beliau ini mantan pegawai BUMN di area Tanjung Priok sana. Kaget dong saya.. hehehe saya juga pegawai di salah satu bank BUMN jadi terpesona dan penasaran kok bisa ya.. si Bapak memutuskan untuk ada di sini.
Saya mengerti juga siih.. hanya sebagian kecil orang yang bekerja dengan hati.. benar benar dengan hati.. sebagian besar bekerja untuk tuntutan anak istri.. sebagian besar demi anak anak tercinta dengan segala tuntutan kebutuhan biaya sekolah dan kebutuhan lain yang menggila. Kebetulan bapak ini senang bercerita jadi ya sudah.. usut punya cerita.. demi memilih untuk tetap bersama anak istri beliau memutuskan untuk keluar agar tetap ada di sisi. Ya benar.. semua orang menghadapi pilihannya sendiri dan mengambil segala konsekuensi "Serius bapak keluar dan siap dengan semua kondisi? waduh saya salut bangeet.. Saya dan suami memutuskan untuk total jadi pengusaha saja masih perlu pertimbangan yang nggak tau kapan selesainya" kata saya.
"Wah saya sudah melewati tahap itu dong ya Mba.. dulu saya hitung nih Plan A Plan B Plan C di komputer.. kalau ini kejadian.. ini alternatifnya.. lalu istri saya tutup tuh laptop... kata istri.. Sudaaah... nggak usah dihitung hitung.. ayuk dijalani.. baru bisa ketauan mana yang harus diperbaiki" dalam hati saya bilang "Cateet.. jalani dulu.. baru tau apa yang harus dilakukan"
Mungkin paham dengan apa yang ada di benak saya dengan keterheranan saya. "Nih mba.. saya panggil yaa satu teman yang senasib dengan saya.."Karena kondisi pasar yang sepi dipanggilah ibu penjual nasi rames dan kopi.
"Sini bu.. " tersenyum sambil memanggil ibu di depan kiosnya."Ini lho Bu.. Mba sama Mas ini heran sama kita kita yang dulunya pegawai terus jadi pedagang seperti sekarang" Si ibu tertawa riang. Dalam hati saya membatin.. gila ya ramah ramah sekali orang orang ini.. kondisi sepi begini masih saja menerima kami untuk berbagi cerita dan pengalaman pribadi dengan senang hati. "Masih kerja ya mba.. waduuh saya sudah lewati tahap itu, tahap capek berangkat kerja dan pulang kerja.. terlelap di kereta.. pernah malah kebablasan sampai ke Cilebut" cerita ibu mantan pegawai di salah satu vendor IT terkemuka di dunia, yang juga memutuskan untuk mengambil pilihan yang bagi sebagian orang akan mengernyitkan dahinya.
Ngalor ngidul jadi mengobrollah kami.
"Mana bisa mba disangka, dulu saya bahkan membuatkan kopi pagi untuk suami saja bisa dihitung jari. yang ada harus lari lari biar nggak ketinggalan kereta.. lhaa sekarang saya malah tiap hari membuatkan kopi untuk hampir semua pedagang di kios kios sini.." kata si ibu dengan semangat
"Waduh.. kenapa suka begitu ya bu.. saya dulu waktu kuliah paling benci sama manajemen keuangan.. eh ini kaya kutukan.. kenapa sekarang saya nguplekinnya itu" gurau saya disambut dengan semangat oleh bapak Zainal.
"Saya dulu di BUMN perkapalan di IT.. pernah bisnis apaa saja terkait dengan IT.. ehalaah ujung ujungnya jadi tukang sembako.." celoteh bapak dua anak ini.
"Awalnya gimana ceritanya tuh pak.. sampai ada di sini"
"Wah mba.. saya pernah bisnis komputer.. aduh pusing saya ngadepin orang beli harganya segini minta ditulisnya lain... saya pernah juga sebelum ini punya warnet.. masih lah ya nyambung ada IT IT nya.. pusing juga saya.. tiap malam dimarahin ibu ibu atau bapak bapaknya karena anaknya ngendon mulu di warnet saya.. itung itungan bisnis oke.. itungan nurani saya ngga oke" tertawalah kami semua..
"Awal saya dagang di sini mbaa... satu pembeli.. atau kaya sekarang.. pasar sepi.. untung saya modalnya besar" kata si bapak. Tadinya dalam otak saya mikirnya.. ooo... pasti karena ambil pensiun dini dari BUMN jadi modal hidupnya masih aman laah...Eh ternyata pikiran saya salah.. Ternyata modal yang besar dari si Bapak ini adalah SABAR..
Ibu penjual nasi rames menimpali , "Saya mbaa.. tadinya memutuskan resign dari perusahaan besar karena niat mulia mau fokus mengurus anak anak.. dua hari saya resign.. eh suami saya dipanggil oleh yang maha kuasa,.. jadi kalau saya ada di sini tepatnya karena harus bertahan.. (perkataan ibu tadi cukup membuat saya tidak bisa berkata-kata ...) saya yang tadinya nggak bisa bahkan bikin kopi apalagi masak yaa.. laah sekarang saya jadi tukang masak.. tukang bikin kopi.. melayani bapak bapak dan ibu ibu pedangan sini.."
"Wah iya Mbak.. Ibu ini kalau nggak datang nanti kita kita makan bagaimana" celoteh si Bapak disambut tertawa kami semua
"Jadi lebih enak mana nih Pak, Bu waktu Bapak dan Ibu jadi pegawai atau sekarang jadi pedagang" usil sekali ya pertanyaannya.. Tapi itupun saya liat liat dulu laah.. Bapak dan ibu ini sangat terbuka berbagi pengalaman. Dan saya asik asik saja belajar dari pengalaman orang lain yang sudah mengalami.
"Alhamdulillaah aja mbaa... mungkin dari segi uang iya belum bisa seperti waktu saya jadi pegawai.. Untuk dapat gaji sekian (si bapak menyebutkan nominal) saya perlu waktu 24 tahun untuk mencapainya.. dengan jadi pedagang saya mulai lagi deh dari nol.. tapi untuk mencapai setengah dari nominal itu ternyata tidak butuh waktu setengah masa kerja saya di sana" saya manggut manggut lagi.
"Coba saya tanya ke Mba.. butuh waktu berapa tahun mba ada di posisi sekarang" tanya balik si Bapak. Waduh.. saya jadi menghitung masa kerja saya di salah satu bank BUMN negara ini.. garuk garuk tanpa gatal di rambut deh.. saya jawab "10 tahun" .. weits...ternyata 10 tahun ya.. hehe...
"Nah.. perlu waktu kaan?? sama saja dengan jadi pedagang mba.." tambah si Bapak lagi. Saya jadi membatin sendiri.. Hidup memang kadang tidak berjalan sesuai keinginan hati..tapi itu pasti sudah takdir dari sang Pemilik diri bahwa apa yang dijalani dihadapi adalah bagian dari hidup yang pasti kita mampu jalani... dan satu lagi kata kata bapak ini yang membuat saya tak tahan untuk tertawa.."Mba.. yang instan, enak, gampang di dapat dan selalu dicari itu hanya *nd*mie.. yang lainnya perlu perjuangan untuk didapat.... perlu jerih dan payah.. ya ya saya suka istilah ini. Jadi ingat lagi istilah lain yang saya suka.. istilah jawa sing tekun mesti tekan.. atau istilah lainnya man jadda wajada..
"Mungkin di sini nolnya beda mba dengan di perusahaan.. Nolnya adalah nilai berkahnya.. kalau kami kami pedagang.. rizki itu datang dengan ijab dan qobul jadi Insya Alloh rezeki yang datang kami yakini keberkahannya, dulu waktu saya jadi pegawai pasti waktu bekerja masih menggunakan waktu kantor untuk urusan pribadi.. entahlah itu menelpon, bolos, terlambat datang, ijin pulang lebih awal tapi gaji akhir bulan tetap" kata si Bapak. Lalu ibu pedagang nasi dan kopi menimpali "Mungkin kalau urusan cukup tidak ada ujungnya ya mbaa.. kalau kaya saya yang masih merintis ya tinggal menyesuaikan diri dengan standar yang mencukupi aja.. toh masih hidup hidup saja kita ya Pak ya.."
Kata si Bapak lagi.. kalau saya yang orang Sunda.. kata kang Kabayan.. kalau lagi mendaki gunung tertawalah.. karena kita akan menuju ke puncaknya, kalau lagi di atas gunung.. menangislah karena kan ada akhir dari puncaknya dan ada masa kita untuk menuruninya lagi.
Percakapan kami berakhir karena orang yang kami tunggu akhirnya datang juga, dan senangnya karena saya jadi punya tempat mampir lain kalau ke pasar Musi ini.
Luar biasa ya mereka mereka..kalau melihat ke atas.. ke orang orang yang sudah mapan di bidangnya.. sepintas yang terlihat adalah enaknya. Tapi pasti proses untuk menikmati kondisi sukses itu tentulah banyak suka dukanya. Bukan berarti bahwa mereka berdua ini saat ini telah sukses.. tapi saya meyakini bahwa mereka saat ini sedang berproses ke sana. Perlu perjuangan.. perlu modal sabar dan tekun yang besar.. berlu dada yang lapang.. dan perlu tekad kuat untuk tetap berjuang.
Mungkin pelajaran yang didapat hari ini buat saya adalah bahwa apapun kondisi kita saat ini.. hadapi.. jalani.. Setiap jerih payah pasti akan memberi berkah.. Jadi untuk siapapun yang saat ini masih berjuang menghadapi masalah mudah mudahan semua adalah dalam rangka ibadah biar hidup selalu semangat dan dijalani dengan indah..
0 comments:
Post a Comment